Senin, 04 Desember 2017

MAKALAH MATERNITAS ASUHAN KEPERAWATAN POSTPARTUM



MAKALAH MATERNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN POSTPARTUM

Dosen Pembimbing : Soliha, S.Kep.,Ns.,MAP
  Di susun oleh :
1.                   Korina Emilianti
2.                   Fitri Fariani
3.                   Noning Nur Anggraini
4.                   Siti Mufarrohah
5.                   Fiky Fendi
6.                   Hisyam Malik
7.                   Moh. Jimly Assidiqy

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN AJARAN 2017




Kata Pengantar
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami selaku penulis dapat menyusun dan menyelesaikan  makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas mengenai Asuhan Keperawatan Postpartum . Makalah ini dibuat dengan tujuan agar kita dapat memperoleh suatu ilmu yang berguna dalam bidang studi keperawatan dan dengan adanya makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan tantangan dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing Soliha,S.Kep,.NS,.MAP tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari walaupun sudah berusaha dengan kemampuan kami yang maksimal, mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang kami miliki, makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa, pengolahan maupun dalam penyusunan.Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya dapat membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Bangkalan, 20 September 2017

                                                                                                   Kelompok 4

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Post partum  atau masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Orang tua terutama ibu perlu memiliki pengetahuan dan kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui anak. Breast caremerupakan salah satu bagian penting yang harus diperhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya, hal ini dikarenakan payudara merupakan organ esensial penghasil ASI yaitu makanan pokok bayi baru lahir sehingga perawatannya harus dilakukan sedini mungkin. Dalam meningkatkan pemberian ASI pada bayi, masalah utama dan prinsip yaitu bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan dan informasi serta dukungan agar merawat payudara pada saat menyusui bayinya. Pada saat melahirkan sehingga menambah keyakinan bahwa mereka dapat menyusui bayinya dengan baik dan mengetahui fungsi dan manfaat breast care pada saat menyusui (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Berdasarkan laporan dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI,  2007) diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati tidak  menyusui bayinya karena terjadi pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka  cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3%. Di Provinsi Jawa Timur dalam indikator  kinerja upaya perbaikan gizi masyarakat tahun 2010-2014 disebutkan bahwa target cakupan pemberian ASI secara eksklusif tahun 2011 adalah sebesar 67%. Berdasarkan laporan yang diterima dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo tahun 2013 diketahui bahwa cakupan pemberian ASI secara eksklusif tahun 2013 adalah sebesar 68,3% dari target sebesar 75%. Dengan menyelenggarakan program cakupan pemberian ASI secara eksklusif diharapkan target ini berhasil. Dan dari hasil wawancara dengan jumlah responden 10 ibu postpartum, didapatkan 50% ibu memiliki pengetahuan kurang dan 50% ibu memiliki pengetahuan baik. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis dan putting susu lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya perawatan selama masa nifas (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Berdasarkan penelitian di Surabaya pada tahun 2004 menunjukkan 46% ibu yang memberikan ASI eksklusif pada anaknya dan yang melakukan perawatan payudara sekitar 34% dan yang sisanya tidak melakukan perawatan payudara dikarenakan pengetahuannya kurang mengenai fungsi dan manfaat breast care (Varney, H., Kriebs, J & Gegor, Cdalam Nur,2012). Menurut Pramudhita, 2013 hasil penelitiannyatentang tingkat pengetahuan ibu nifas tentang perawatan payudara di Polindes desa Girikerto Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan ibu nifas di Polindes Desa Girikerto Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi mempunyai pengetahuan cukup tentang perawatan payudara sebesar 18% (60 orang), sebanyak 5 responden (17%) mempunyai pengetahuan baik dan sebanyak 7 responden (23%) mempunyai pengetahuan kurang. Dan berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti saat praktek di RSUD. Dr. Hardjono Ponorogo banyak ibu postpartum belum tau cara breast care pada saat nifas. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa ketidaklancaran ASI banyak dipengaruhi oleh breast care yang kurang. Oleh karena itu, breast care sangat penting dilakukan bagi ibu yang telah melahirkan utuk mencegah masalah-masalah yang timbul selama laktasi, seperti: pembengkakan payudara, penyumbatan saluran ASI, radang payudara dan sebagainya. Untuk mengatasi permasalahan diatas, lakukan breast care selama menyusui. Untuk mengurangi sakit pada payudara maka lakukan pengurutan payudara secara perlahan, kompres air hangat sebelum bayi menyusui karena panas dapat merangsang aliran ASI kemudian kompres air dingin setelah menyusui untuk mengurangi rasa sakit dan pembengkakan. Sehingga dengan pengurutan payudara secara perlahan, mengompres air hangat dan air dingin pada payudara, serta membersihkan puting secara benar dan teratur diharapkan ASI dapat keluar lancar dan proses laktasi pun berjalan lancar. Ibu yang menyusui tidak akan mengalami kesulitan dalam pemberian ASI bila sejak awal telah mengetahui bagaimana perawatan payudara(breast care) yang tepat dan benar. Apabila selama menyusui ibu tidak melakukan perawatan payudara dan perawatan tersebut hanya dilakukan sewaktu di rumah sakit, maka akan menimbulkan beberapa permasalahan, seperti ASI tidak keluar atau ASI keluar setelah beberapa hari kemudian, puting susu tidak menonjol sehingga bayi sulit menghisap, produksi ASI sedikit, dan tidak cukup dikonsumsi bayi, infeksi pada payudara, payudara bengkak, bernanah, dan muncul benjolan di payudara. Dan akibatnya bayi pun tidak mau menyusu atau minum ASI ibunya, padahal pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain itu juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Jika bayi tidak mau minum ASI, maka kebutuhan gizi bayi tidak akan terpenuhi secara baik dan bayi akan mudah terkena penyakit (Saryono dan Pramitasari, 2009 dalam Nur, 2012).
Untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah memberikan pengarahan tentang breast care kepada ibu menyusui sedini mungkin, melakukan Health Education melalui penyuluhan-penyuluhan pada ibu hamil yang disertai demonstrasi cara breast caresebelum dan setelah melahirkan dengan benar, serta peragaan tentang breast carepada saat kontrol kehamilan dan kunjungan masa nifas, dimana penyuluhan tepat pada waktu ibu mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang merupakan informasi keterpaduan menalar ilmiah dan sistematis (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Upaya ini dapat meningkatkan kemampuan ibu dalam breast care secara baik dan benar sebagai upaya preventif terhadap masalah menyusui sehingga proses menyusui dapat berjalan dengan lancar dan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi. (Saryono dan Pramitasari, 2009).
                                                                                     
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan postpartum ?
2.      Bagaimana tahapan postpartum ?
3.      Apa saja kebutuhan dasar perawatan postpartum ?
4.      Bagaimana perubahan fisiologis masa postpartum ?
5.      Bagaimana fisiologi masa postpartum ?
6.      Apa saja tanda-tanda bahaya dan komplikasi pada masa postpartum ?
7.      Bagaimana penatalaksanaan postpartum ?
8.      Bagaimana perjalanan atau WOC dari posrpartum ?
9.      Bagaimana asuhan keperawatan masa postpartum ?

1.3  Tujuan
a.       Tujuan umum
1)      Sebagai acuan refrensi atas asuhan keperawatan pada postpartum
2)      Untuk memenuhi tugas maternitas
b.      Tujuan khusus
1)      Untuk menghetahui asuhan keperawatan pada postpartum

1.4  Manfaat
a.       Manfaat Teoritis
1)      Mahasiswa mampu mengetahui postpartrum
2)      Mahasiswa mampu mengetahui tahapan postpartum
3)      Mahasiswa mampu mengetahui  kebutuhan dasar perawatan postpartum
4)      Mahasiswa mampu mengetahui perubahan fisiologis masa postpartum
5)      Mahasiswa mampu mengetahui fisiologi pada masa postpartum
6)      Mahasiswa mampu mengetahui  apa saja tanda-tanda bahaya dan komplikasi pada masa postpartum
7)      Mahasiswa mampu mengetahui Bagaimana penatalaksanaan postpartum
8)      Mahasiswa mampu mengetahui WOC dari postpartum
9)      Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan padA  postpartum

b.      Manfaat Praktis
1)      Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada postpartum

















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Post Partum
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar  lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni,2009).  Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan  kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009).
2.2 Tahapan Masa Postpartum
Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah :
a.       Puerperium dini : Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b.      Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-
kira 6-8 minggu.
c.       Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan  sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Suherni, 2009).




2.3  Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum

Nutrisi dan cairan pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam  postpartum. Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK spontan. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih tau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu 8 jam untuk kateterisasi. Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah hari kedua postpartum. Bila lebih dari tiga hari belum BAB bisaa diberikan obat laksantia.  Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan  yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.  
Personal higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang  ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting  untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan  lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009). Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk menyusui bayinya nanti (Jannah, 2011).
Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa  nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan  seksual sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan  tersebut tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Jannah, 2011).  Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari  kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat  pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah,  memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Suherni,  2009).
2.4  Perubahan Fisiologis Masa Postpartum

1.    Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi  keluar. Hal ini menyebabkan  iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site)  sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil). Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan  perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada  persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi)  lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
2.    Perubahan pada Sistem Pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya karena  makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa  lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat  penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadi  penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
3.    Perubahan Perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :
a.       keadaan/status sebelum persalinan
b.      lamanya partus kala II dilalui
c.       besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.

Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi yaitu keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
4.    Perubahan dalam Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.  Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap  ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang  tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
5.    Perubahan Tanda- tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).




2.5  Fisiologi Postpartum
1.      Adaptasi Psikologi Postpartum
Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masa nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau  rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui, mengganti popok saja tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai berikut :
a.    Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini,  ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
b.    Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnyadalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.
c.    Fase letting goyaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran barunya.
2.      Adaptasi Fisiologi Postpartum
a.     Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelahcmelahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibatckontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,cuterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikuscdengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b.    Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak eratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
2.6 Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini adalah :
a.       Demam tinggi hingga melebihi 38°C.
b.      Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.
c.       Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri ulu hati.
d.      Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.
Komplikasi yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Sementara itu yang dimaksud dengan Febris Puerperalis adalah demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum terjadinya infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi, Payudara, Saluran kemih, Sistem vena. Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml  setelah bersalin. Perdarahan nifas dibagi menjadi dua yaitu :
(1). Perdarahan dini, yaitu  perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan.  Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan laserasi, hematoma.
(2). Perdarahan  lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor resiko : sisa plasenta, infeksi, sub-involusi.
2.7 Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah:
1. Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
2. Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a. Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
b. Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c. Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
d. Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e. Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
f. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum, Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum. Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
1)      Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.



2)      Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
3)      Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan cairan infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post partum.
4) Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).











2.8 WOC Postpartum
Postpartum Normal
  
          Perubahan fisiologi                                                     Perubahan psikologi
 

Resiko perubahan para menjadi orang tua
 
Proses Involusi        Vagina & Perineum                       Laktasi                    Takin In            Takin Hold             Letting go
                                                                                                (ketergantungan        (kemandirian)                          
Peningkatan kadar          Ruptur Jaringan        Struktur & karakte
Oxcytosin, peningkatan                                  payudara ibu        Butuh perlindungan
Kontraksi uterus                                                                 
Nyeri                                   
 
                                                Hor. estrogen     aliran darah
Hh            trauma      Personal     Pembuluh           di payudara berurai      belajar mengenai      perub. kondisi tubuh
                      Mekanis     Hygiene     darah rusak           dari uterus (Involusi)   perawatan diri & bayi
                                      Kurang baik                                               berfokus pd diri
Nyeri akut
 
                                                                                                       Sendiri dan lemas
     Genetalia kotor    perdarahan
Resiko terjadi infeksi
 
                                     Prolaktin     Retensi darah            butuh reformasi
Gangguan pola tidur
 
                                       Syok                        di pembuluh darah
Kurangnya pengetahuan
 
 Hipovelemik                  payudara                                             
                             Pembentukan ASI
 

                 ASI keluar               penyempitan pd duktus intiverus
Prawiro hardjo, 2002
Irene        M. Bobak, 2001       Payudara bengkak                   ASI tdk keluar         Retensi ASI             masitis
A.   
Menyusui tidak efektif
 
Marlinn E. Doenges,2001

2.2    Asuhan Keperawatan Postpartum
1.    Pengkajian
Pengkajian pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b. Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2)  Pola nutrisi dan metabolik
a. Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b. Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c. Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d. Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3) Pola aktivitas setelah melahirkan
a. Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
b. Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c.  Apakah ibu tampak mengantuk ?
4) Pola eliminasi
a. Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b. Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5) Neuro sensori
a. Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b. Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c. Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
d. Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e. Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6) Pola persepsi dan konsep diri
a. Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b. Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan
    penampilan tubuhnya saat ini ?
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
a) Pemeriksaan TTV
b) Pengkajian tanda-tanda anemia
c) Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
d) Pemeriksaan reflek
e) Kaji adanya varises
f) Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b. Payudara
a) Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
b) Kaji adanya abses
c) Kaji adanya nyeri tekan
d) Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
e) Kaji pengeluaran ASI
c. Abdomen atau uterus
a) Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
b) Kaji adnanya kontraksi uterus
c) Observasi ukuran kandung kemih
d. Vulva atau perineum
a) Observasi pengeluaran lokhea
b) Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
c) Kaji adanya pembengkakan
d) Kaji adnya luka            
e) Kaji adanya hemoroid
8) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada partumuntuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak, 2004).
2.        Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges, 2001)
b.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges, 2001)
c.       Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004)
d.      Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004)
e.       Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)
f.        Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)
3.    Fokus Intervensi dan Rasional
a.       Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang Kriteria Hasil :
a)    Klien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
b)   Klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman
c)    c. Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-37 derajat celcius , N 60-100 x/menit, RR 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
1.      Kaji karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan pengurang nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang mengalami nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )
Rasional : untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
2.      Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
Rasional : sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien
3.      Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang
Rasional : membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri
4.      Biarkan klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada hal lain
Rasional : beraktivitas sesuai kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri
5.      Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : untuk menekan atau mengurangi nyeri
b.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan Vulva
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan bertambah
Kriteria hasil :
1. Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
2. Klien bisa membersihkan vagina dan perineumnya secara mandiri
3. Perawatan pervagina berkurang
4. Vulva bersih dan tidak inveksi
5. Tidak ada perawatan
6. Vital sign dalam batas normal



Intervensi :
1. Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat mengidentifikasi adnya infeksi
2. Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal :      menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum
3. Kaji pengetahuan pasien mengenai cara perawatan ibu post     partum
Rasional :   pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
4.  Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
Rasional :   pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
5.  Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum memegang daerah vulvanya
Rasional :   meminimalkan terjadinya infeksi
6.  Lakukan perawatan vulva
Rasional :   mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien
c. Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Tujuan : pasien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Kriteria hasil :
1. Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
2. Asi keluar
3. Payudara bersih
4. Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
5. Bayi mau menetek
Intervensi :
1.   Kaji pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan pasien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2. Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
Rasional : meningkatkan pengetahuan pasien dan mencegah   terjadinya bengkak pada payudara
3.Jelaskan mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui
Rasional :   memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi
4.      Jelaskan cara menyusui yang benar
Rasional :   mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
d. Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien terpenuhi
Kriteria hasil :
1.    Pasien mengatakan sudah BAB
2.    Pasien mengatakan tidak konstipasi
3.    Pasien mengatakan perasaan nyamannya
Intervensi :
1.    Auskultasi bising usus, apakah peristaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltik usus menyebapkan konstpasi
2.    Observasi adanya nyeri abdomen
Rasional : nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB
3.    Anjurkan pasien makan-makanan tinggi serat
Rasional : makanan tinggi serat melancarkan BAB
4.    Anjurkan pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional : mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB
5.    Kolaborasi pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan
Rasional : Penggunana laksatif mungkan perlu untuk merangsang peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi feses
e.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan darah dan intake ke oral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Menyatakan pemahaman faktor penyebap dan perilaku yang perlu untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum air putih dan pemberian cairan lewat IV.
2. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik

Intervensi :
1. Mengkaji keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normal
2.   Mengobservasi kemungkinan adanya tanda-tanda syok
Rasional : agar segera dilakukan rehidrasi maksimal jika terdapat tanda- tanda syok
3.   Memberikan cairan intravaskuler sesuai program
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami difisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah.
f.        Gangguan polatidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses melelahkan Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan laporan kesulitan jatuh tidur / tidak merasa segera setelahistirahat, peka rangsang, lingkaran gelap di bawah mata sering menguap.
Tujuan : istirahat tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
1.      Mengidentifikaasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru. Melaporkan peningkatan rasa sejahtera istirahat
Intervensi :
1.        Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan dan jenis kelahiran
Rasional : Persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila terjadi malam meningkatkan tingkat kelelahan.
2.        Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : membantu meningkatkan istirahar, tidur dan   relaksasi, menurunkan rangsang
3.        Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali ke rumah
Rasional : rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih awal serta tidur lebih siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta menyadari kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai ASI dan penurunan reflek secara psikologis.
g.      Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang mengenai sumber informasi
Tujuan : memahami parawatan diri dan bayi
Kriteria hasil :
1. Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan individu
Intervensi :
1. Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama persalinan dan tingkat kelelahan klien
Rasional :   Terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan dari atau perawatan bayi
2. Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan pasangan dalam mengidentifikasi hubungan
Rasional :     Periode postnatal dapat merupakan pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi
3.Berikan informasi tentang peran progaram latihan   postpartum progresif
Rasional :    Latiahn membantu tonus otot, meningkatkan sirkulasai, menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan perasaan sejahtera secara umum
4. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat, berkunjung pelayanan kesehatan masyarakat
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan memberikan   dukunagan untuk adaptasi pada perubahan multiple.
4.         Implementasi Postpartum
Mengubah kata perintah dari intervensi keperawatan menjadi kata kerja.
5.         Evaluasi
S  : - Pasien mengatakan luka jahitan pada kemaluan sudah tidak terasa sakit.
- Pasien mengatakan sakit juga tidak terasa apabila sedang cebok setelah berkemih dan buang air besar.
- Pasien mengatakan nyeri payudaranya sudah berkurang dan air ASI nya sudah lancar. 
O : - Pasien meringis saat berpindah posisi
- Pasien postpartum hari ke 36 hari
- Riwayat persalinan pertama kali
- TD : 110/70 mmHg. N : 84 x/menit
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan.

BAB 3
PENUTUP

3.1    KESIMPULAN
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar  lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni,2009).  Adapun tahapan-tahapan masa postpartum yaitu postpartum dini, intermedial dan puerperium. Sedangkan perubahan pada postpartum terjadi pada reproduksinya, dll. Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah apabila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
Diagnosa Keperawatan dalam postpartum yaitu Nyeri berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges, 2001), Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges, 2001), Resiko menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004), Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004) , Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001), Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses melelahkan. (Doenges, 2001)
3.2    SARAN
Belajar asuhan keperawatan tentang postpartum sangatlah penting bagi dunia keperawatan. Selain asuhan keperawatannya yang harus kita pahami, kita sebagai perawat juga harus tahu bahwa suatu saat kita pasti akan berkolaborasi dengan seorang bidan baik itu di dunia praktek ataupun di lapangan nyata. Oleh karena itu belajar asuhan keperawatan tentang postpartum ini sangatlah membantu kita suatu hari ini.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Dr Lyndon, 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Fisiologis dan Ptologis. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara Publisher,

1 komentar: