MAKALAH MATERNITAS
ASUHAN
KEPERAWATAN POSTPARTUM

Dosen Pembimbing :
Soliha, S.Kep.,Ns.,MAP
Di susun oleh :
1.
Korina
Emilianti
2.
Fitri
Fariani
3.
Noning
Nur Anggraini
4.
Siti
Mufarrohah
5.
Fiky
Fendi
6.
Hisyam
Malik
7.
Moh.
Jimly Assidiqy
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN AJARAN 2017
Kata Pengantar
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke
Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga kami selaku penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas mengenai Asuhan Keperawatan Postpartum . Makalah
ini dibuat dengan tujuan agar kita dapat memperoleh suatu ilmu yang berguna
dalam bidang studi keperawatan dan dengan adanya
makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat
menambah pengetahuan para pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini,
penulis banyak mendapatkan tantangan dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan
dan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen pembimbing
Soliha,S.Kep,.NS,.MAP tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis
menyadari walaupun sudah berusaha dengan kemampuan kami yang maksimal,
mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang kami miliki, makalah ini masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dari segi bahasa, pengolahan maupun
dalam penyusunan.Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya dapat membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita sekalian.
Bangkalan, 20 September 2017
Kelompok
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Post partum atau masa nifas dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Orang tua
terutama ibu perlu memiliki pengetahuan dan kesiapan untuk hamil, melahirkan
dan menyusui anak. Breast caremerupakan salah satu bagian penting yang harus
diperhatikan sebagai persiapan untuk menyusui nantinya, hal ini dikarenakan
payudara merupakan organ esensial penghasil ASI yaitu makanan pokok bayi baru
lahir sehingga perawatannya harus dilakukan sedini mungkin. Dalam meningkatkan
pemberian ASI pada bayi, masalah utama dan prinsip yaitu bahwa ibu-ibu
membutuhkan bantuan dan informasi serta dukungan agar merawat payudara pada
saat menyusui bayinya. Pada saat melahirkan sehingga menambah keyakinan bahwa
mereka dapat menyusui bayinya dengan baik dan mengetahui fungsi dan manfaat
breast care pada saat menyusui (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Berdasarkan laporan dari Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI,
2007) diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di Dunia (38%) didapati
tidak menyusui bayinya karena terjadi
pembengkakan payudara, dan di Indonesia angka
cakupan ASI eksklusif mencapai 32,3%. Di Provinsi Jawa Timur dalam
indikator kinerja upaya perbaikan gizi
masyarakat tahun 2010-2014 disebutkan bahwa target cakupan pemberian ASI secara
eksklusif tahun 2011 adalah sebesar 67%. Berdasarkan laporan yang diterima dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo tahun 2013 diketahui bahwa cakupan pemberian
ASI secara eksklusif tahun 2013 adalah sebesar 68,3% dari target sebesar 75%.
Dengan menyelenggarakan program cakupan pemberian ASI secara eksklusif
diharapkan target ini berhasil. Dan dari hasil wawancara dengan jumlah
responden 10 ibu postpartum, didapatkan 50% ibu memiliki pengetahuan kurang dan
50% ibu memiliki pengetahuan baik. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui mengalami mastitis
dan putting susu lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena kurangnya
perawatan selama masa nifas (Anwar, 2005 dalam Nur, 2012).
Berdasarkan penelitian di Surabaya
pada tahun 2004 menunjukkan 46% ibu yang memberikan ASI eksklusif pada anaknya
dan yang melakukan perawatan payudara sekitar 34% dan yang sisanya tidak
melakukan perawatan payudara dikarenakan pengetahuannya kurang mengenai fungsi
dan manfaat breast care (Varney, H., Kriebs, J & Gegor, Cdalam Nur,2012).
Menurut Pramudhita, 2013 hasil penelitiannyatentang tingkat pengetahuan ibu
nifas tentang perawatan payudara di Polindes desa Girikerto Kecamatan Sine
Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan ibu nifas di Polindes
Desa Girikerto Kecamatan Sine Kabupaten Ngawi mempunyai pengetahuan cukup
tentang perawatan payudara sebesar 18% (60 orang), sebanyak 5 responden (17%)
mempunyai pengetahuan baik dan sebanyak 7 responden (23%) mempunyai pengetahuan
kurang. Dan berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti saat praktek di
RSUD. Dr. Hardjono Ponorogo banyak ibu postpartum belum tau cara breast care
pada saat nifas. Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa ketidaklancaran
ASI banyak dipengaruhi oleh breast care yang kurang. Oleh karena itu, breast
care sangat penting dilakukan bagi ibu yang telah melahirkan utuk mencegah
masalah-masalah yang timbul selama laktasi, seperti: pembengkakan payudara,
penyumbatan saluran ASI, radang payudara dan sebagainya. Untuk mengatasi
permasalahan diatas, lakukan breast care selama menyusui. Untuk mengurangi
sakit pada payudara maka lakukan pengurutan payudara secara perlahan, kompres
air hangat sebelum bayi menyusui karena panas dapat merangsang aliran ASI
kemudian kompres air dingin setelah menyusui untuk mengurangi rasa sakit dan
pembengkakan. Sehingga dengan pengurutan payudara secara perlahan, mengompres
air hangat dan air dingin pada payudara, serta membersihkan puting secara benar
dan teratur diharapkan ASI dapat keluar lancar dan proses laktasi pun berjalan
lancar. Ibu yang menyusui tidak akan mengalami
kesulitan dalam pemberian ASI bila sejak awal telah mengetahui bagaimana
perawatan payudara(breast care) yang tepat dan benar. Apabila selama menyusui
ibu tidak melakukan perawatan payudara dan perawatan tersebut hanya dilakukan
sewaktu di rumah sakit, maka akan menimbulkan beberapa permasalahan, seperti
ASI tidak keluar atau ASI keluar setelah beberapa hari kemudian, puting susu
tidak menonjol sehingga bayi sulit menghisap, produksi ASI sedikit, dan tidak
cukup dikonsumsi bayi, infeksi pada payudara, payudara bengkak, bernanah, dan
muncul benjolan di payudara. Dan akibatnya bayi pun tidak mau menyusu atau
minum ASI ibunya, padahal pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi
yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain itu juga
bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan
untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Pada umur 6
sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung
lebih dari 60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu
ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Jika bayi tidak mau minum ASI,
maka kebutuhan gizi bayi tidak akan terpenuhi secara baik dan bayi akan mudah
terkena penyakit (Saryono dan Pramitasari, 2009 dalam Nur, 2012).
Untuk mengatasi masalah tersebut
salah satunya adalah memberikan pengarahan tentang breast care kepada ibu
menyusui sedini mungkin, melakukan Health Education melalui
penyuluhan-penyuluhan pada ibu hamil yang disertai demonstrasi cara breast
caresebelum dan setelah melahirkan dengan benar, serta peragaan tentang breast
carepada saat kontrol kehamilan dan kunjungan masa nifas, dimana penyuluhan
tepat pada waktu ibu mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan yang
merupakan informasi keterpaduan menalar ilmiah dan sistematis (Anwar, 2005
dalam Nur, 2012).
Upaya ini dapat meningkatkan
kemampuan ibu dalam breast care secara baik dan benar sebagai upaya preventif
terhadap masalah menyusui sehingga proses menyusui dapat berjalan dengan lancar
dan merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi. (Saryono
dan Pramitasari, 2009).
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan postpartum
?
2. Bagaimana tahapan postpartum ?
3. Apa saja kebutuhan dasar perawatan
postpartum ?
4. Bagaimana perubahan fisiologis masa
postpartum ?
5. Bagaimana fisiologi masa postpartum
?
6. Apa saja tanda-tanda bahaya dan
komplikasi pada masa postpartum ?
7. Bagaimana penatalaksanaan postpartum
?
8. Bagaimana perjalanan atau WOC dari
posrpartum ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan masa
postpartum ?
1.3
Tujuan
a. Tujuan umum
1) Sebagai acuan refrensi atas asuhan
keperawatan pada postpartum
2) Untuk memenuhi tugas maternitas
b. Tujuan khusus
1) Untuk menghetahui asuhan keperawatan
pada postpartum
1.4
Manfaat
a. Manfaat Teoritis
1) Mahasiswa mampu mengetahui
postpartrum
2) Mahasiswa mampu mengetahui tahapan
postpartum
3) Mahasiswa mampu mengetahui kebutuhan dasar perawatan postpartum
4) Mahasiswa mampu mengetahui perubahan
fisiologis masa postpartum
5) Mahasiswa mampu mengetahui fisiologi
pada masa postpartum
6) Mahasiswa mampu mengetahui apa saja tanda-tanda bahaya dan komplikasi
pada masa postpartum
7) Mahasiswa mampu mengetahui Bagaimana
penatalaksanaan postpartum
8) Mahasiswa mampu mengetahui WOC dari
postpartum
9) Mahasiswa mampu mengetahui asuhan
keperawatan padA postpartum
b. Manfaat Praktis
1) Mahasiswa mampu mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada postpartum
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Post Partum
Postpartum
adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu
berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan
kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya
berkaitan saat melahirkan (Suherni,2009).
Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai
dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi
keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian
dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi
juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah
atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat
membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa
postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini,
2009).
2.2 Tahapan Masa Postpartum
Adapun tahapan-tahapan masa
postpartum adalah :
a. Puerperium dini : Masa kepulihan,
yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial : Masa
kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-
kira 6-8 minggu.
c. Remot puerperium : Waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi
(Suherni, 2009).
2.3
Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum
Nutrisi
dan cairan pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian yang
serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan
sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu,
bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu
yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti mengkonsumsi tambahan
500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan
protein, mineral, dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3 liter air
setiap hari. Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar
secepat mungkin bidan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan
membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi
menahan ibu postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah
melahirkan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam
24-48 jam postpartum. Eliminasi
Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK spontan. Jika dalam 8 jam
postpartum belum dapat berkemih tau sekali berkemih belum melebihi 100 cc, maka
dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak
perlu 8 jam untuk kateterisasi. Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah
hari kedua postpartum. Bila lebih dari tiga hari belum BAB bisaa diberikan obat
laksantia. Ambulasi secara dini dan
teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat
dianjurkan.
Personal
higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh
karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan
tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan
sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009). Ibu postpartum sangat
membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk memulihkan kembali keadaan
fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan kesempatan kepada ibu untuk
beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk menyusui bayinya nanti (Jannah,
2011).
Secara
fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah berhenti dan ibu
dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang
melarang untuk melakukan hubungan seksual
sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan tersebut tergantung pada pasangan yang
bersangkutan (Jannah, 2011). Senam nifas
dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan
tubuh yang dilakukan untuk mempercepat pemulihan
keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah
melahirkan, memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan
segar pasca melahirkan (Suherni, 2009).
2.4 Perubahan
Fisiologis Masa Postpartum
1. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Uterus Terjadi kontraksi
uterus yang meningkat setelah bayi
keluar. Hal ini menyebabkan
iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta
dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil
kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2
minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil).
Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae
(lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan
baik (Suherni, 2009).
2. Perubahan pada Sistem Pencernaan
Sering
terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya karena makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan.
Seorang wanita dapat merasa lapar dan
siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa
nifas, dimana pada masa ini terjadi penurunan
konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu,
terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu
dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
3. Perubahan Perkemihan
Saluran
kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :
a. keadaan/status sebelum persalinan
b.
lamanya partus kala II dilalui
c. besarnya tekanan kepala yang menekan
pada saat persalinan.
Disamping
itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan
adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi
exstravasasi yaitu keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan)
kemukosa. (Suherni, 2009).
4. Perubahan dalam Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan
pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses
tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari
kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan
dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin.
Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang
menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada
rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi
prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang
kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola
produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi,
dan menstruasi. Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh
darah. Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena,
dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
5. Perubahan Tanda- tanda Vital
Selama
24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu
dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post
partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium),
pembengkakan payudara, dan lain-lain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah
melahirkan, sering ditemukan adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya
80-100 kali permenit) dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah
melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan
peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa
jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20
mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat
terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap
stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan
diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan,
bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih
lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
2.5
Fisiologi
Postpartum
1. Adaptasi
Psikologi Postpartum
Setelah persalinan yang merupakan
pengalaman unik yang dialami ibu, masa nifas juga merupakan salah satu fase
yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama
terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk menjadi ibu
yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa
menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik
seperti menyusui, mengganti popok saja tapi juga dari segi psikologis seperti
menatap, mencium, menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus terjaga. Dalam
menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sebagai
berikut :
a.
Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase
ini, ibu sedang berfokus terutama pada
dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang
dialaminya dari awal sampai akhir.
b.
Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara3-10
hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan
dan rasa tanggung jawabnyadalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati
menjaga komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini
merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan berbagai penyuluhan dan
pendidikan kesehatan yang diperlukan ibu nifas.
c. Fase letting goyaitu periode
menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari
setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk
memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya sudah
meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri dalam menjalani peran barunya.
2. Adaptasi Fisiologi Postpartum
a. Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan
sebelum hamil setelahcmelahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibatckontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga
persalinan,cuterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikuscdengan
bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi
fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1
smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada
hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara
umbilikus dan simpisis pubis. Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali
berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen dan progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif
uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah
penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus
meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai
respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis
pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang
dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak eratur.
Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau
intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
2.6 Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum
Diperkirakan
bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan. Oleh karena
itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi dan bimbingan pada
ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang harus
diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini
adalah :
a. Demam tinggi hingga melebihi 38°C.
b. Perdarahan vagina yang luar biasa
atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid biasa atau bila
memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam setengah jam), disertai gumpalan
darah yang besar-besar dan berbau busuk.
c. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian
bawah abdomen atau punggung, serta nyeri ulu hati.
d. Payudara membengkak, kemerahan,
lunak disertai demam dan lain-lainya.
Komplikasi
yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum adalah semua
peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genetalia pada
waktu persalinan dan nifas. Sementara itu yang dimaksud dengan Febris
Puerperalis adalah demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari
pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum terjadinya
infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi, Payudara,
Saluran kemih, Sistem vena. Perdarahan
postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin. Perdarahan nifas dibagi
menjadi dua yaitu :
(1).
Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang
terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan. Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan
laserasi, hematoma.
(2).
Perdarahan lambat/lanjut, yaitu
perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor resiko : sisa plasenta, infeksi,
sub-involusi.
2.7 Penatalaksanaan atau Perawatan Post Partum
Penanganan
ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan penjahitan
luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong
terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang
akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan
dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998).
Prinsip yang harus diperhatikan dalam
menangani ruptur perineum adalah:
1.
Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta
lahir tidak lengkap.
2.
Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :
a.
Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah
luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian
lapis luar.
b.
Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan menggunakan
benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
c.
Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum
dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur.
Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit
dengan benang catgut secara jelujur.
d.
Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal
dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.
e.
Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah
karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit
lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.
f.
Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum, Menurut Mochtar (1998) persalinan yang
salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan
Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat
manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi
untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum. Dalam
menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan, dilakukan berbagai
macam penatalaksanaan, diantaranya :
1) Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau
dehidrasi.
2) Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan
meningkatkan kemampuan perdarahan darah dan menjaga agar jangan jatuh dalam
keadaan syok, maka cairan pengganti merupakan tindakan yang vital, seperti
Dextrose atau Ringer.
3) Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan
oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan cairan infuse atau diberikan secara
intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan post
partum.
4)
Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa
sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik dan antagonis narkotik. Anastesi
hilangnya sensori, obat ini diberikan secara regional/ umum (Hamilton, 1995).
2.8 WOC Postpartum














|
















|






|







|
|

|









A.
|
2.2
Asuhan
Keperawatan Postpartum
1. Pengkajian
Pengkajian
pada ibu post partum menurut Doenges, 2001 adalah sebagai berikut :
1)
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a.
Bagaimana keadaan ibu saat ini ?
b.
Bagaimana perasaa ibu setelah melahirkan ?
2)
Pola nutrisi dan metabolik
a.
Apakah klien merasa kehausan setelah melahirkan ?
b.
Apakah klien merasa lapar setelah melahirkan ?
c.
Apakah klien kehilangan nafsu makan atau merasa mual ?
d.
Apakah ibu mengalami penurunan BB setelah melahirkan ?
3)
Pola aktivitas setelah melahirkan
a.
Apakah ibu tampak kelelahan atau keletihan ?
b.
Apakah ibu toleransi terhadap aktivitas sedang atau ringan ?
c.
Apakah ibu tampak mengantuk ?
4)
Pola eliminasi
a.
Apakah ada diuresis setelah persalinan ?
b.
Adakan nyeri dalam BAB pasca persalinan ?
5)
Neuro sensori
a.
Apakah ibu merasa tidak nyaman ?
b.
Apakah ibu merasa nyeri di bagian tubuh tertentunya ?
c.
Bagaimana nyeri yang ibu raskan ?
d.
Kaji melalui pengkajian P, Q, R, S, T ?
e.
Apakah nyerinya menggangu aktivitas dan istirahatnya ?
6)
Pola persepsi dan konsep diri
a.
Bagaimana pandangan ibu terhadap dirinya saat ini
b.
Adakah permasalahan yang berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuhnya saat ini ?
7)
Pemeriksaan fisik
a.
Keadaan Umum
a)
Pemeriksaan TTV
b)
Pengkajian tanda-tanda anemia
c)
Pengkajian tanda-tanda edema atau tromboflebitis
d)
Pemeriksaan reflek
e)
Kaji adanya varises
f)
Kaji CVAT ( cortical vertebra area tenderness )
b.
Payudara
a)
Pengkajian daerah areola ( pecah, pendek, rata )
b)
Kaji adanya abses
c)
Kaji adanya nyeri tekan
d)
Observasi adanya pembengkakanatau ASI terhenti
e)
Kaji pengeluaran ASI
c.
Abdomen atau uterus
a)
Observasi posisi uterus atau tiggi fundus uteri
b)
Kaji adnanya kontraksi uterus
c)
Observasi ukuran kandung kemih
d.
Vulva atau perineum
a)
Observasi pengeluaran lokhea
b)
Observasi penjahitan lacerasi atau luka episiotomi
c)
Kaji adanya pembengkakan
d) Kaji adnya luka
e)
Kaji adanya hemoroid
8)
Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa
segera dilakukan pada periodepasca partum. Nilai hemoglobin dan hematokrit
seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada partumuntuk mengkaji kehilangan
darah pada melahirkan.
b. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan
dengan menggunakan cateter dengan tehnik pengambilan bersih (clean-cath)
spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk dilakukan urinalisis rutin atau
kultur dan sensitivitas terutama jika cateter indwelling di pakai selama pasca
inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus di kaji untuk menentukan status
rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang mungkin (Bobak, 2004).
2.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan. (Doenges, 2001)
b. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges,
2001)
c. Resiko
menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan
payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004)
d. Gangguan
pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004)
e. Resiko
tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001)
f.
Gangguan pola tidur
berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses
melelahkan. (Doenges, 2001)
3. Fokus
Intervensi dan Rasional
a. Nyeri
berhubungan dengan involusi uterus, nyeri setelah melahirkan Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang Kriteria Hasil :
a) Klien
mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4
b) Klien
terlihat rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur nyaman
c) c.
Tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu 36-37 derajat celcius , N 60-100 x/menit,
RR 16-24 x/menit, TD 120/80 mmHg
Intervensi :
1. Kaji
karakteristik nyeri klien dengan PQRST ( P : faktor penambah dan pengurang
nyeri, Q : kualitas atau jenis nyeri, R : regio atau daerah yang mengalami
nyeri, S : skala nyeri, T : waktu dan frekuensi )
Rasional
: untuk menentukan jenis skala dan tempat terasa nyeri
2. Kaji
faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
Rasional : sebagai salah satu dasar
untuk memberikan tindakan atau asuhan keperawatan sesuai dengan respon klien
3. Berikan
posisi yang nyaman, tidak bising, ruangan terang dan tenang
Rasional
: membantu klien rilaks dan mengurangi nyeri
4. Biarkan
klien melakukan aktivitas yang disukai dan alihkan perhatian klien pada hal
lain
Rasional : beraktivitas sesuai
kesenangan dapat mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri
5. Kolaborasi
pemberian analgetik
Rasional
: untuk menekan atau mengurangi nyeri
b. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan cara perawatan Vulva
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan bertambah
Kriteria
hasil :
1.
Klien menyertakan perawatan bagi dirinya
2. Klien bisa membersihkan vagina dan
perineumnya secara mandiri
3.
Perawatan pervagina berkurang
4.
Vulva bersih dan tidak inveksi
5.
Tidak ada perawatan
6.
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1.
Pantau vital sign
Rasional : peningkatan suhu dapat
mengidentifikasi adnya infeksi
2.
Kaji daerah perineum dan vulva
Rasioal : menentukan adakah tanda peradangan di daerah vulva dan perineum
3. Kaji pengetahuan pasien mengenai
cara perawatan ibu post partum
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
4.
Ajarkan perawatan vulva bagi pasien
Rasional : pasien mengetahui cara perawatan vulva bagi dirinya
5. Anjurkan pasien mencuci tangan sebelum
memegang daerah vulvanya
Rasional : meminimalkan terjadinya infeksi
6. Lakukan perawatan vulva
Rasional : mencegah terjadinya infeksi dan memberikan rasa nyaman bagi pasien
c. Resiko menyusui tidak efektif
berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
Tujuan : pasien mengetahui cara
perawatan payudara bagi ibu menyusui
Kriteria hasil :
1.
Klien mengetahui cara perawatan payudara bagi ibu menyusui
2.
Asi keluar
3.
Payudara bersih
4.
Payudara tidak bengkak dan tidak nyeri
5.
Bayi mau menetek
Intervensi :
1. Kaji
pengetahuan paien mengenai laktasi dan perawatan payudara
Rasional : mengetahui tingkat
pengetahuan pasien dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
2.
Ajarkan cara merawat payudara dan lakukan cara brest care
Rasional : meningkatkan pengetahuan
pasien dan mencegah terjadinya bengkak
pada payudara
3.Jelaskan
mengenai manfaat menyusui dan mengenai gizi waktu menyusui
Rasional : memberikan pengetahuan bagi ibu mengenai manfaat ASI bagi bayi
4. Jelaskan
cara menyusui yang benar
Rasional : mencegah terjadinya aspirasi pada bayi
d.
Gangguan pola eliminasi bowel berhubungan dengan adanya konstipasi
Tujuan : kebutuhan eliminasi pasien
terpenuhi
Kriteria
hasil :
1. Pasien
mengatakan sudah BAB
2. Pasien
mengatakan tidak konstipasi
3. Pasien
mengatakan perasaan nyamannya
Intervensi
:
1. Auskultasi
bising usus, apakah peristaltik menurun
Rasional : penurunan peristaltik usus
menyebapkan konstpasi
2. Observasi
adanya nyeri abdomen
Rasional
: nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB
3. Anjurkan
pasien makan-makanan tinggi serat
Rasional
: makanan tinggi serat melancarkan BAB
4. Anjurkan
pasien banyak minum terutama air putih hangat
Rasional
: mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB
5. Kolaborasi
pemberian laksatif ( pelunak feses ) jika diperlukan
Rasional : Penggunana laksatif
mungkan perlu untuk merangsang peristaltik usus dengan perlahan atau evakuasi
feses
e. Resiko
tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
darah dan intake ke oral
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Menyatakan pemahaman faktor penyebap
dan perilaku yang perlu untuk memenuhi kebutuhan cairan, seperti banyak minum
air putih dan pemberian cairan lewat IV.
2. Menunjukkan perubahan keseimbangan
cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik
Intervensi :
1. Mengkaji keadaan umum pasien dan
tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar
pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normal
2. Mengobservasi
kemungkinan adanya tanda-tanda syok
Rasional : agar segera dilakukan
rehidrasi maksimal jika terdapat tanda- tanda syok
3. Memberikan
cairan intravaskuler sesuai program
Rasional : pemberian cairan IV sangat
penting bagi pasien yang mengalami difisit volume cairan dengan keadaan umum
yang buruk karena cairan IV langsung masuk ke pembuluh darah.
f.
Gangguan polatidur
berhubungan dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses
melelahkan Kemungkinan dibuktikan oleh mengungkapkan laporan kesulitan jatuh
tidur / tidak merasa segera setelahistirahat, peka rangsang, lingkaran gelap di
bawah mata sering menguap.
Tujuan : istirahat tidur
terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikaasikan
penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan
terhadap anggota keluarga baru. Melaporkan peningkatan rasa sejahtera istirahat
Intervensi :
1.
Kaji tingkat kelelahan
dan kebutuhan untuk istirahat. Catat lama persalinan dan jenis kelahiran
Rasional
: Persalinan/ kelahiran yang lama dan sulit khususnya bila terjadi malam
meningkatkan tingkat kelelahan.
2.
Kaji faktor-faktor bila
ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional
: membantu meningkatkan istirahar, tidur dan relaksasi, menurunkan rangsang
3.
Berikan informasi tentang
kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah kembali ke rumah
Rasional
: rencana kreatif yang memperoleh untuk tidur dengan bayi lebih awal serta
tidur lebih siang membantu untuk memenuhi kebutuhan tubuh serta menyadari
kelelahan berlebih, kelelahan dapat mempengaruhi penilaian psikologis, suplai
ASI dan penurunan reflek secara psikologis.
g. Kurang
pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang mengenai
sumber informasi
Tujuan : memahami parawatan diri dan
bayi
Kriteria hasil :
1.
Mengungkapkan pemahaman perubahan fiiologis kebutuhan individu
Intervensi :
1.
Pastikan persepsi klien tentang persalian dan kelahiran, lama persalinan dan
tingkat kelelahan klien
Rasional : Terdapat hubungan lama persalinan dan kemampuan untuk melakukan
tanggung jawab tugas dan aktivitas perawatan dari atau perawatan bayi
2.
Kaji kesiapan klien dan motifasi untuk belajar, bantu klien dan pasangan dalam
mengidentifikasi hubungan
Rasional
: Periode postnatal dapat merupakan
pengalaman positif bila penyuluhan yang tepat diberikan untuk membantu mengembangkan
pertumbuhan ibu maturasi, dan kompetensi
3.Berikan
informasi tentang peran progaram latihan
postpartum progresif
Rasional
: Latiahn membantu tonus otot,
meningkatkan sirkulasai, menghasilkan tubuh yang seimbang dan meningkatkan
perasaan sejahtera secara umum
4.
Identifikasi sumber-sumber yang tersedia misal pelayanan perawat, berkunjung
pelayanan kesehatan masyarakat
Rasional : Meningkatkan kemandirian dan memberikan dukunagan untuk adaptasi pada perubahan
multiple.
4.
Implementasi Postpartum
Mengubah kata perintah
dari intervensi keperawatan menjadi kata kerja.
5.
Evaluasi
S : - Pasien mengatakan luka jahitan pada
kemaluan sudah tidak terasa sakit.
-
Pasien mengatakan sakit juga tidak terasa apabila sedang cebok setelah berkemih
dan buang air besar.
-
Pasien mengatakan nyeri payudaranya sudah berkurang dan air ASI nya sudah
lancar.
O : - Pasien meringis
saat berpindah posisi
-
Pasien postpartum hari ke 36 hari
-
Riwayat persalinan pertama kali
-
TD : 110/70 mmHg. N : 84 x/menit
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi
dihentikan.
BAB
3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Postpartum adalah masa atau waktu
sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar
lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan
(Suherni,2009). Adapun tahapan-tahapan
masa postpartum yaitu postpartum dini, intermedial dan puerperium. Sedangkan
perubahan pada postpartum terjadi pada reproduksinya, dll. Prinsip yang harus
diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah apabila seorang ibu
bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa perdarahan
tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.
Diagnosa
Keperawatan dalam postpartum yaitu Nyeri berhubungan dengan involusi uterus,
nyeri setelah melahirkan. (Doenges, 2001), Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan laserasi dan proses persalinan. (Doenges,
2001), Resiko
menyusui tidak efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan cara perawatan
payudara bagi ibu menyusui. (Bobak, 2004), Gangguan pola eliminasi bowel
berhubungan dengan adanya konstipasi. (Bobak, 2004) , Resiko
tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
darah dan intake ke oral. (Doenges, 2001), Gangguan pola tidur berhubungan
dengan respon hormonal psikologis, proses persalinan dan proses melelahkan.
(Doenges, 2001)
3.2
SARAN
Belajar
asuhan keperawatan tentang postpartum sangatlah penting bagi dunia keperawatan.
Selain asuhan keperawatannya yang harus kita pahami, kita sebagai perawat juga
harus tahu bahwa suatu saat kita pasti akan berkolaborasi dengan seorang bidan
baik itu di dunia praktek ataupun di lapangan nyata. Oleh karena itu belajar
asuhan keperawatan tentang postpartum ini sangatlah membantu kita suatu hari
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Dr Lyndon, 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas Fisiologis dan
Ptologis. Tangerang Selatan
: Binarupa Aksara Publisher,
SANGAT MEMBANTU SAYA MEMBUAT MAKALAH
BalasHapus